At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an #31
Adab Muta’allim (2)
Seorang murid hendaknya belajar dari seorang yang sempurna dan berkompeten dalam bidangnya, tampak keagamaannya, ma’rifatnya nyata, dan masyhur sifat wira’inya.
Zaman sekarang sulit mencari guru yang seperti itu, setidaknya jika kita tidak menemukan minimal medekati, jika kenyataannya seperti itu maka kita harus menyakini
Maka Imam Muhammad Ibnu Sirin, Malik bin Anas, dan ulama salaf lain mengatakan :
“Ini adalah ilmu agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.”
Jika kita mengambil ilmu dari orang yang tidak jelas maka akan ada hubungannya dengan sanad dan dapat membuat sanad keilmuan kita menjadi tidak jelas juga, karena sanad juga termasuk bagian dari agama, maka jika kamu ditanya “Kamu sholat seperti siapa?”, jika kamu menjawab seperti Rasulullah apakah sesungguhnya kamu tahu seperti apa sujudnya Rasulullah?, maka dari itu jika kita ditanya seperti itu jawablah “Saya sholat seperti guru saya” karena guru kita akan mengikuti gurunya, dan begitu seterusnya hingga mencapai Rasulullah.
Tidak ada agama bagi orang yang tidak mempunyai sanad, dan tidak ada riwayat kecuali orang yang bisa dipercaya.
Awalnya para salafi tidak pernah memikirkan tentang sanad, tapi setelah sekian waktu berlalu banyak orang yang bermacam-macam dalam beragama, maka mereka ditanyai tentang siapa guru mereka, maka dari itulah sanad adalah hal yang penting.
Kemudian wajib atas muta’allim atau seorang santri memandang dengan pandangan yang memuliakan kepada gurunya, dan seorang santri harus menyakini kesempurnaan dan keunggulan gurunya agar seorang murid lebih dekat atau lebih mudah mengambil manfaat dari gurunya.
Diceritakan, sebagian ulama mutaqoddimin sebelum berangkat belajar kepada gurunya mereka mensedekahkan sebagian hartanya dan mereka berdoa agar Allah tidak menampakkan kecacatan gurunya yang akan bisa mengurangi keberkahan ilmunya.
Untuk penjelasan lebih lengkapnya dapat dilihat di channel youtube PPSQ Asy-Syadzili 1.