At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an #5
Hadits Dhaif dan Hadits Maudhu’
Dalam muqodimah kitab At-Tibyan disebutkan bahwa para ulama’ (termasuk Imam Syafi’i) dari ahli hadits dan ahli-ahli yang lain memperbolehkan mengamalkan hadits dhaif, asalkan ketika mengamalkan masih dalam lingkup untuk fadhoilul a’mal (keutamaan-keutamaan amal), dan tidak digunakan untuk hujjah.
Tapi dalam madzhab Imam Ahmad bin Hambal, hadits dhaif tidak diterima meskipun untuk fadhoilul a’mal.
Contoh hadits dhaif seperti dalam kitab Tahdlibut Tahdzin karya Imam Ibnu Al-Maidi,
Diriwayatkan oleh Juraisy An-Nahdy dari seorang laki-laki Bani Sulaim, Rasulullah bersabda, “Puasa itu setengahnya kesabaran dan kesucian itu setengahnya iman.”
Karena para ulama’ sangat hati-hati mengenai hadits, maka terjadilah khilaf diantara para ulama’ tentang hadits dhaif ini, sebagian melarang dengan sebab jangan sampai ada yang tidak dari Rasulullah itu kita lakukan, sebagian lagi (termasuk Imam Syafi’i) memperbolehkan karena dikhawatirkan ada yang dari Rasulullah tidak terpraktekkan karena berasal dari hadits dhaif.
Hadits dhaif bisa menjadi shohih karena memiliki banyak jalur riwayat. Juga sebuah hadits itu menjadi hadits dhaif itu karena para perawinya itu bukan dari Ahlul Itqon.
Untuk hadits maudhu’ (palsu) meskipun sebaik apapun hadits itu, semua ulama’ menolak mutlak.
Contoh dari hadits maudhu’ seperti yang disebutkan didalam kitab Durratun Nashihin adalah hadits yang menerangkan keutamaan yang kita dapat bila kita tarawih di malam pertama, juga pada malam kedua, dan seterusnya.
Untuk penjelasan lebih lengkapnya bisa dilihat di channel youtube PPSQ Asy-Syadzili 1.